Melawan Asap

"MENGHIRUP DOLAR" 

Di Baca : 1540 Kali
Mungkin Rakyat Riau sudah lelah.  Para pejabat tinggi dan elite tak mau mundur dari jabatannya. 

Pekanbaru, Detak Indonesia -- Apa yang terlintas oleh kita tentang ASAP. Tentunya, makanan khas ikan Salai yang diawetkan dengan pengasapan jadi menu andalan favorit di Provinsi Riau ini. 

Saat ini, trend sudah berubah. Bukan Ikan yang diasapin, melainkan penduduk Riau 6 juta lebih yang diasapin karena kebakaran Lahan dan hutan saat ini. 

Level indikator dari Badan Meteorologi, Klimatilogi dan Geofisika [BMKG] mengeluarkan informasi Kosentrasi Partikulat [PM10]  bahwasanya Nilai Ambang Batas (NAB) saat ini Jumat (13/9) pukul 10.33 WIB mencapai 440.10 μgram/m3. 

Wartawan Riau Eka Saputra

Artinya kandungan udara yang dihirup oleh penduduk bumi Lancang Kuning sudah memasuki level BERBAHAYA. 

Aktifitas sekolah dan belajar mengajar diliburkan sejak selasa kemaren hingga waktu yang belum ditentukan. Masyarakat yang terkena Infeksi Saluran Pernapasan Akut [ISPA] mencapai 260 Ribuan. 

Trilyunan Rupiah sudah digelontorkan pemerintah pusat untuk menangani ini. Namun ada beberapa heli yang tidak bisa terbang dikarenakan permasalahan ijin terbang. 

ASAP dari Karlahut sudah menjadi MENU ANDALAN tahunan bagi Penduduk Riau. Sejak 18 tahun lalu, dengan dimudahkan akses pembukaan lahan sawit bagi cukong ~ cukong perusahaan Raksasa yang bertengger di Riau. 

Dengan cara membakar, pembukaan lahan menjadi lebih murah dan efektif hingga hemat biaya. 

Masa bodo dengan masyarakat menghirup ASAP. 
Yang penting perusahan menjadi untung dan semakin jaya. 

Ironisnya lagi, perusahaan yang membakar lahan tersebut, seolah ~ seolah menjadi dewa penyelamat dengan cara membagikan masker dan meminjamkan helikopternya untuk operasional pejabat~ pejabat tinggi untuk memantau karlahut. 

Masyarakat sudah cerdas dan mengetahui perbuatan perusahaan ~ perusahaan pembakar lahan. Namun masyarakat hanya bisa menulis melalui medsos untuk melampiaskan kekesalannya. 

Tahun 2015, Sudah ada korban berjatuhan karena ASAP. Ratusan ribu orang kena ISPA. Namun 2019 ini, kembali ASAP menyelimuti negeri yang melewati garis ekuator ini. 

Impor ASAP dari Jambi dan Sumsel pun menambah parahnya jarak pandang hingga 300 meter. Jadwal Penerbangan dari dan tujuan pun terganggu. 

Masyarakat sebenarnya sudah pasrah dengan semua ini. Setiap tahun harus menghirup "SEGARNYA DOLAR" bagi perusahaan pembuka lahan. 

Mungkin Rakyat Riau sudah lelah. 
Para pejabat tinggi dan elite tak mau mundur dari jabatannya. 

Seolah - olah permasalahan ini merupakan bencana biasa dan sudah tahunan. 

Larangan DILARANG MEROKOK sudah makin banyak dilihat diberbagai tempat. 

Tapi larangan membuat ASAP yang dilakukan perusahaan, pengusaha dan kroni ~ kroninya masih tetap berlangsung . 

HARUSKAH .. ???? 

Penulis : Eka Saputra  
Wartawan Riau






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar